Batam merupakan salah
satu pulau yang berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat
Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dan mana nama
Batam itu diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah pulau besar
dan 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya sumber yang
dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat
mi adalah Traktat London (1824). Penduduk asli Kota Batam diperkirakan
adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau
Orang Laut. Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah itu sejak
zaman kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau
awal abad ke-14. Malahan dan catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam
telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M yang di zaman Singapura
disebut Pulau Ujung. Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau Batam
berada di bawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh,
kekuasaan atas kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim
yang berkedudukan di Bentan (sekarang P. Bintan). Ketika Hang Nadim
menemui ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai
pada pertengahan abad ke.18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga
dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam
beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan
Muda Riau, sampai berakhirnya keraj aan Melayu Riau pada tahun 1911.
Di abad ke-18,
persaingan antara Inggris dan Belanda amatlah tajam dalam upaya
menguasai perdagangan di perairan Selat Melaka. Bandar Singapura yang
maju dengan pesat, menyebabkan Belanda berusaha dengan berbagai cara
menguasai perdagangan melayu dan perdagangan lainnya yang lewat di sana.
Hal ini mengakibatkan banyak pedagang yang secara sembunyi-sembunyi
menyusup ke Singapura. Pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura,
amat bermanfaat bagi pedagang-pedagang untuk berlindung dan gangguan
patroli Belanda. Pada abad ke-18, Lord Minto dan Raffles dan kerajaan
Inggris melakukan Barter dengan pemerintah Hindia Belanda sehingga Pulau
Batam yang merupakan pulau kembar dengan Singapura diserahkan kepada
pemerintah Belanda.
LATAR BELAKANG KOTA BATAM
Menurut sejarah, pengembangan Pulau Batam
dapat dilihat pada tiga periode yang berbeda yakni periode masa lampau,
periode pendudukan kolonial dan periode globalisasi. Perkembangan pulau
Batam awalnya berasal dari Pemerintahan Kesultanan yang sekarang telah
berbaur dengan Republik Singapura dan kerajaan Malaysia yang terlebih
dahulu menganut paham moderat.
Sejarah pulau Batam dapat ditelusuri ketika pertama kali Bangsa Mongolia dan Indo-Aryans pindah dan menetap di kerajaan Melayu sekitar tahun 1000 M atau sebelum kerajaan Islam Malaka dan Bintan muncul serta saat datangnya Pemerintahan Kolonial Eropa yang diprakarsai oleh bangsa Portugis, Belanda dan Inggris. Sejak tahun 1513 M, pulau Batam dan Singapura telahmenjadi bagian dari kesultanan Johor. Penduduk pulau Batam sendiri berasal dari orang Melayu atau yang lebih dikenal dengan orang Selat atau orang Laut. Mereka menempati wilayah tersebut sejak zaman kerajaan Temasek atau paling tidak dipenghujung tahun 1300 M (awal abad ke-14). Referensi lain menyebutkan, pulau Batam telah dihuni orang Laut sejak 231 M.
Ketika Singapura dinamai Temasek yang dikelilingi oleh perairan, wilayah ini telah dijadikan sebagai pusat perdagangan yang dikuasai oleh Temanggung Tempatan (pemimpin wilayah).
Sejarah pulau Batam dapat ditelusuri ketika pertama kali Bangsa Mongolia dan Indo-Aryans pindah dan menetap di kerajaan Melayu sekitar tahun 1000 M atau sebelum kerajaan Islam Malaka dan Bintan muncul serta saat datangnya Pemerintahan Kolonial Eropa yang diprakarsai oleh bangsa Portugis, Belanda dan Inggris. Sejak tahun 1513 M, pulau Batam dan Singapura telahmenjadi bagian dari kesultanan Johor. Penduduk pulau Batam sendiri berasal dari orang Melayu atau yang lebih dikenal dengan orang Selat atau orang Laut. Mereka menempati wilayah tersebut sejak zaman kerajaan Temasek atau paling tidak dipenghujung tahun 1300 M (awal abad ke-14). Referensi lain menyebutkan, pulau Batam telah dihuni orang Laut sejak 231 M.
Ketika Singapura dinamai Temasek yang dikelilingi oleh perairan, wilayah ini telah dijadikan sebagai pusat perdagangan yang dikuasai oleh Temanggung Tempatan (pemimpin wilayah).
Sumber : Modifikasi dari peta asli karya BAPPEKO Batam (1995-1998), Syamsul Bahrum Indigenous People In a Dependent Economy
Akibat dari pesatnya perdagangan tersebut membuat kerajaan Melayu Johor, Penyengat serta Lingga/Daik menjadi kuat dan mereka memperluas daerah kekuasaan sampai ke kawasan Malaka. Bukan itu saja, pulau Sumatera Bagian timur juga menjadi bagian dari kekuasaan mereka. sampai akhirnya datang bangsa Belanda dan Inggris pada tahun 1824 M, yang kemudia mengambil alih tampuk kekuasaan sekaligus menjadi daerah jajahannya dan muncullah paham politis yang baru.
Di abad ke-19, persaingan antara Inggris
dan Belanda amatlah tajam dalam upaya menguasai perdagangan di perairan
Selat malaka. Bandar Singapura juga maju pesat, mengakibatkan Belanda
dengan berbagai cara ingin menguasai perdagangn Melayu dan aktivitas
lainnya yang melewati kawasan tersebut. Terjadilah penyusupan
tersembunyi yang dilkukan oleh pedagang Singapura. hal ini sangat
menguntungkan pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura sebagai
tempat bersembunyi dari gangguan patroli Belanda.
Pada 17 Maret 1824, Pemerintah Inggris Baron Fagel dari Belanda menandatangani perjanjian London (Anglo-Deutch Tractate berisi : Belanda mengaku kedudukan Inggris di Malaka dan Singapura, sementara itu Bencoolen (Bengkulu, Sumatera) menjadi kekuasaan Belanda sekaligus menguasai kepuluan Riau).
Setelah kerajaan Melayu Riau yang berpusat di Lingga berpisah dari Johor, maka yang dipertuan besar bergelar Sultan membagi wilayah administrasi pemerintahan dalam kerajaan Melayu Lingga-Riau menjadi tiga bagian. Yakni kekuasaan Sultan di Daik Lingga, Yang Dipertuan Muda di Penyengat dan Tumenggung di Bulang. Ketiga wilayah ini menjadi satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan roda pemerintahan. namun secara umum yang menjadi titik sentral dalam menjalankan roda pemerintahan di kerajaan Melayu dipegang Yang Dipertuan Muda yang berkedudukan di Penyengat.
Batam sendiri saat itu, merupakan wilayah kekuasaan Tumenggung, Tumenggung yang pertama di Bulang bergelar Tengku Besar. Sementara yang menjadi Tumenggung terakhir adalah Tumenggung Abdul Jamal. Sebagai pusat kekuasaan dan yang menjalankan roda pemerintahan, pada tahun 1898, Yang Dipertuan Muda yang berpusat di Penyengat, mengeluarkan sepucuk surat yang ditujukan kepada Raja Ali Kelana bersama seorang saudaranya untuk mengelola pulau Batam. bekal surat itulah, Raja Ali Kelana kemudia mengembangkan usahanya di pulau Batam. Slaah satunya mendirikan pabrik batu bata.
Pada tahun 1965 Temasek melepaskna diri dari Federasi Malaysia (1963-1965) untuk menjadi negara Singapura yang bebas. Pada awal kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1957, Tanjung Pinang dinobatkan sebagai pusat pemerintahan dan bisnis di bagian Timur Sumatera. Tanjung Pinang kemudian ditetapkan sebagai ibukota propinsi Riau yang kemudian diikuti oleh Pekanbaru yang terletak di Sumatera. Semenjak itu, Tanjung Pinang resmi menjadi ibukota Kabupaten Kepuluan Riau yang melingkupi 17 kecamatan termasuk di antaranya pulau Batam.
Untuk jangka panjang, belum ada pulau lain secara relatif bisa berkembang seperti Pulau Batam yang terus mengalami pembangunan yang sangat pesat. Padahal secara turun temurun, Belakang Padang adalah kota besar dan Batam hanya suatu tempat yang hanya dijadikan sebagai destinasi kedua setelah Belakang Padang. Tahun 1957 Pulau Buluh menjadi satu kesatuan dengan pulau Batam dan menjadi bagian dari Belakang Padang sekitar tahun 1965. Sementara pada tahun 1971, dengan keputusan Presiden No. 74 / 1971, Pemerintah pusat mengumumkan secara resmi bahwa pulau Batam sebagai suatu zona industri.
Pulau Batam yang merupakan bagian dari Propinsi Riau memiliki banyak nilai tambah. Dengan modal jalur pelayaran internasional serta jarak dengan negara Singapura hanya 12.5 mil laut atau sekitar 20 Km, maka untuk memacu perkembangan di wilayah nusantara dari semua aspek kehidupan, khususnya dibidang ekonomi, maka Pemerintah Indonesia mengembangkan Pulau Batam menjadi Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB).
Pada 17 Maret 1824, Pemerintah Inggris Baron Fagel dari Belanda menandatangani perjanjian London (Anglo-Deutch Tractate berisi : Belanda mengaku kedudukan Inggris di Malaka dan Singapura, sementara itu Bencoolen (Bengkulu, Sumatera) menjadi kekuasaan Belanda sekaligus menguasai kepuluan Riau).
Setelah kerajaan Melayu Riau yang berpusat di Lingga berpisah dari Johor, maka yang dipertuan besar bergelar Sultan membagi wilayah administrasi pemerintahan dalam kerajaan Melayu Lingga-Riau menjadi tiga bagian. Yakni kekuasaan Sultan di Daik Lingga, Yang Dipertuan Muda di Penyengat dan Tumenggung di Bulang. Ketiga wilayah ini menjadi satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan roda pemerintahan. namun secara umum yang menjadi titik sentral dalam menjalankan roda pemerintahan di kerajaan Melayu dipegang Yang Dipertuan Muda yang berkedudukan di Penyengat.
Batam sendiri saat itu, merupakan wilayah kekuasaan Tumenggung, Tumenggung yang pertama di Bulang bergelar Tengku Besar. Sementara yang menjadi Tumenggung terakhir adalah Tumenggung Abdul Jamal. Sebagai pusat kekuasaan dan yang menjalankan roda pemerintahan, pada tahun 1898, Yang Dipertuan Muda yang berpusat di Penyengat, mengeluarkan sepucuk surat yang ditujukan kepada Raja Ali Kelana bersama seorang saudaranya untuk mengelola pulau Batam. bekal surat itulah, Raja Ali Kelana kemudia mengembangkan usahanya di pulau Batam. Slaah satunya mendirikan pabrik batu bata.
Pada tahun 1965 Temasek melepaskna diri dari Federasi Malaysia (1963-1965) untuk menjadi negara Singapura yang bebas. Pada awal kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1957, Tanjung Pinang dinobatkan sebagai pusat pemerintahan dan bisnis di bagian Timur Sumatera. Tanjung Pinang kemudian ditetapkan sebagai ibukota propinsi Riau yang kemudian diikuti oleh Pekanbaru yang terletak di Sumatera. Semenjak itu, Tanjung Pinang resmi menjadi ibukota Kabupaten Kepuluan Riau yang melingkupi 17 kecamatan termasuk di antaranya pulau Batam.
Untuk jangka panjang, belum ada pulau lain secara relatif bisa berkembang seperti Pulau Batam yang terus mengalami pembangunan yang sangat pesat. Padahal secara turun temurun, Belakang Padang adalah kota besar dan Batam hanya suatu tempat yang hanya dijadikan sebagai destinasi kedua setelah Belakang Padang. Tahun 1957 Pulau Buluh menjadi satu kesatuan dengan pulau Batam dan menjadi bagian dari Belakang Padang sekitar tahun 1965. Sementara pada tahun 1971, dengan keputusan Presiden No. 74 / 1971, Pemerintah pusat mengumumkan secara resmi bahwa pulau Batam sebagai suatu zona industri.
Pulau Batam yang merupakan bagian dari Propinsi Riau memiliki banyak nilai tambah. Dengan modal jalur pelayaran internasional serta jarak dengan negara Singapura hanya 12.5 mil laut atau sekitar 20 Km, maka untuk memacu perkembangan di wilayah nusantara dari semua aspek kehidupan, khususnya dibidang ekonomi, maka Pemerintah Indonesia mengembangkan Pulau Batam menjadi Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB).
Denah Geografis Kotamadya Administratif Batam (1983-1999)
|
Sumber : Modifikasi dari peta asli karya BAPPEKO Batam
(1995-1998), Syamsul Bahrum Indigenous People In a Dependent Economy,
2003
|
No comments:
Post a Comment